Tuntutan bebas atau onslag yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang pada sidang lanjutan kasus pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen terhadap pemilik usaha “Mama Khas Banjar” di Pengadilan Negeri Banjarbaru, pada Senin (19/5/2025) menuai sorotan tajam.
BANJARMASIN - Pasalnya, langkah jaksa tersebut dianggap tidak hanya mencederai keadilan, tetapi juga berpotensi menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum perlindungan konsumen di Indonesia.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Intan (YLKI) Kalimantan Selatan, Dr Fauzan Ramon SH MH, menilai keputusan jaksa sangat janggal dan patut dipertanyakan.
Apalagi menurut Fauzan yang berpengalaman di bidang hukum perlindungan konsumen dan masih menjabat sebagai anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Banjarmasin, tuntutan jaksa tersebut berpotensi mengorbankan konsumen.
“Ini bukan hanya soal satu kasus. Kalau jaksa menuntut bebas padahal unsur pidananya terbukti, apa bedanya dengan membuka jalan impunitas bagi pengusaha nakal?” ujar Fauzan kepada media, Selasa (20/5/2025)
*Onslag Bukan Wewenang Jaksa*
Fauzan yang juga Dosen Hukum Pidana dan Peradilan Pidana di Sekolah Tinggi Hukum Sultan Adam (STIHSA) Banjarmasin ini menggarisbawahi bahwa tuntutan onslaag bukanlah kewenangan jaksa.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), putusan onslaag adalah hak prerogatif majelis hakim — bukan jaksa penuntut umum.
“Jaksa seharusnya menuntut berdasarkan hasil penyidikan. Jika ada perubahan arah tuntutan, mestinya dikonsultasikan kembali ke penyidik, bukan diubah secara sepihak di ruang sidang,” tegasnya.
Fauzan menyayangkan sikap JPU yang tidak mempertimbangkan dampak jangka panjang.
Jika hakim memutuskan onslaag, maka akan tercipta yurisprudensi yang bisa digunakan oleh pelaku usaha nakal lainnya sebagai dalih bebas dari jerat hukum.
*Intervensi Emosional dalam Persidangan*
Sidang perkara ini menjadi lebih panas saat Menteri Koperasi dan UKM, Maman Abdurrahman, hadir langsung di ruang sidang sebagai amicus curiae.
Namun kehadirannya justru menuai kritik keras, terutama ketika sang menteri menangis dan memohon langsung kepada hakim agar terdakwa dibebaskan.
“Apa yang dilakukan Pak Menteri itu bentuk intervensi. Tangisan tidak bisa menggantikan proses hukum. Ini pengadilan, bukan panggung drama,” kritik Fauzan tajam pengacara senior yang disebut sebagai "Hotman Paris"nya Kalimantan Selatan ini.
Ia menyebut sikap “cengeng” Menteri Maman tidak mencerminkan keberpihakan yang adil terhadap UMKM secara keseluruhan.
Menurut Ketua Ikatan Alumni (IKA) Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat ini, membela satu pelaku usaha yang terbukti lalai terhadap hak konsumen bukanlah bentuk keberpihakan yang sehat.
“UMKM itu harus dibina, benar. Tapi kalau sudah terbukti melanggar, apalagi tidak mencantumkan label kedaluwarsa, ya harus diproses hukum. Kalau tidak, konsumen yang jadi korban,” ujar Fauzan.
*Skala Usaha Tak Bisa Dijadikan Dalih*
Lebih jauh, Fauzan menjelaskan bahwa “Mama Khas Banjar” bukan lagi usaha kecil biasa.
Usaha kuliner ini telah berekspansi dengan membuka cabang di Banjarmasin, dan Banjarbaru, serta sedang dalam proses membuka outlet di Samarinda.
Dengan skala usaha seperti ini, menurutnya, tanggung jawab terhadap standar keamanan produk semakin besar.
“Kalau sudah ekspansi antar daerah, masa soal label expired saja tidak becus? Itu kelalaian yang tak bisa ditoleransi,” imbuhnya.
*Hukum Tak Boleh Tunduk pada Tekanan*
Fauzan yang dikenal sangat vokal ini mengingatkan, jika hakim pada akhirnya mengikuti arus intervensi dan tekanan emosional, maka publik akan kehilangan kepercayaan terhadap institusi peradilan.
Ia mendorong Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan dan Kejaksaan Agung untuk segera melakukan evaluasi terhadap JPU dalam kasus ini.
“Kita harus jaga marwah hukum. Jangan sampai jaksa atau hakim tunduk pada tekanan politik atau simpati emosional. Kalau hukum bisa dibeli dengan air mata, bagaimana nasib keadilan ke depan?” pungkasnya.
Kini publik menunggu, akankah hakim tetap berdiri tegak di atas fakta hukum, atau memilih menyerah pada intervensi demi kepentingan sesaat?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar